Selasa, 03 Mei 2016

Gambar Illustrasi David vs Goliath
Anda sudah pernah mendengar kisah ini bukan? Ketika sang maestro pemazmur David harapan Israel yang bertubuh kecil halus, meng-ko Goliath raksasa Palestina. Saya tidak akan membawa Anda kedalam konflik Israel-Palestina yang tidak pernah berkesudahan. Namun kisah Leicester City kampiun liga inggris 2015/2016 sedikit banyaknya mirip dengan ini.

Mengakhiri Liga Inggris diposisi 14 dan nyaris degradasi pada tahun 2015, membuat tak seorangpun menjagokan tim ini di kancah premier league dimusim 2015/2016.   Adalah seorang Claudio Ranieri yang ditunjuk menjadi pelatih Leicester City diawal musim 2015/2016, banyak pihak di Leicester para fans dan mantan pelatih menyesalkan pilihan klub pada Ranieri, seorang pelatih tua 63 tahun yang dianggap  sudah mentok karir melatihnya dan tak punya reputasi hebat bahkan untuk tim sekelas Leicester.

Claudio Ranieri diawal musim

Mantan punggawa Leicester Robbie Savage berkata "Pilihan buruk", sedangkan Gary Lineker men-cuit "Really??" pada twitternya. Semua berkata mengenai penunjukan Ranieri sebagai pelatih Leicester. And as a bonus, ini kata Mourinho tentang Ranieri ketika Mourinho mendominasi Liga Italia bersaing dengan Ranieri yang mengasuh Roma "Dia  punya mentalitas orang yang tidak merasa perlu memenangi sesuatu. Usianya hampir 70 tahun dan pernah menjuarai Piala Super dan piala kecil lain. Dia terlalu uzur untuk mengubah mentalitasnya," Pada waktu itu usia Ranieri 57 tahun.

Well, Saya tidak tahu apa yang terjadi dengan mentalitas saya apabila ada seseorang yang lebih muda dan lebih hebat dari saya berkata seperti itu, itu seperti kutukan yang terlalu berat untuk dibuang bagi saya. Namun tidak bagi Ranieri, mungkin baginya pengalaman 30 tahun melatih melewati suka, duka dan nestapa terlalu melekat dari pada omongan anak kecil yang meracau sepert Mourinho.

Back to Leicester, tim ini dihuni oleh para pemain medioker yang tak dilirik oleh para Goliath liga inggris. Betul-betul mereka adalah tim semenjana dan seperti pelengkap liga inggris saja. Total belanja Leicester diawal musim hanya senilai dengan harga Kevin de Bruyne di Manchester City. Dapatkah Anda bayangkan Leicester berada ditengah tim besar macam MU, Liverpool, City, Arsenal, Totenham??? Hasil seperti apa yang Anda harapkan.

Namun diatas lapangan, entah apa yang terjadi dengan Chelsea dan mulut besarnya Mourinho. Mourinho seperti berubah menjadi the looser one daripada the special one. Perkataan kutuk Mourinho yang menukangi Chelsea di awal musim ini, seperti tak berkhasiat atau bahkan mengenai dirinya sendiri, hingga akhirnya iya dipecat dan digantikan Guus Hidink. Alih-alih menjuarai liga, Mourinho justru membuat tim nya menjadi medioker dan tak tertolong. Luis Van Gaal dengan tim mahalnya pun kesulitan menjalani bahtera liga inggris musim ini, demikian halnya dengan Pellegrini dengann tim petrodollarnya. Lalu bagaimana dengan sang sesepuh Arsene wenger? yang harusnya memanfaatkan kelimbungan Goliath yang lain? Sama saja, ia masih berkutat dengan konsistensi, as always.

Tak ada satu tim besarpun yang mampu mengalahkan Leicester, yang justru bersaing dengan Leicester adalah Totenham Hotspurs sang kuda hitam yang memang saban musim menyulitkan tim-tim  besar. Nama-nama orbitan Spurs seperti the hurricane a.k.a Harry Kane, Bamidele Alli dan Nacer Chadli bersaing dengan orbitan sang primadona baru Leicester City. Sang mantan pemabuk 29 tahun Jamie Vardy menemukan kebintangannya, bintang asia 30 tahun Shinji Okazaki, Singa padang pasir Tunisia Riyad Mahrez, Danny "tukang minum air" Drinkwater, Pemain terbuang Roberth Huth, "anak kolong" Kasper Schmeichel serta pemain medioker lainnya, telah mendominasi liga inggris 2015/2016.

Keceriaan Skuad Leicester musim ini

Seperti pada Goliath, nasib  sepertinya memihak David. Pak tua Claudio Ranieri layak mendapat kan gelar ini. Dia layak mengalahkan si Sombong Mourinho, Si Galak Van Gaal, dan sang sesepuh liga Arsene Wenger. "Resep paling penting itu semangat tim. Kedua, para pemain dapat menikmati sesi latihan. Ini penting supaya mereka bisa bekerja keras sekaligus menikmatinya, setelahnya, sedikit kemujuran juga penting. Anda harus melakukan segalanya dengan benar, tapi seperti sejumput garam di dalam pizza, .Anda butuh kemujuran" Begitu Kata Ranieri.

Pengalaman 30 tahun, melewati suka duka menjadi pelatih, kesabaran, kerendahatian dan "sejumput garam dalam Pizza" mengubah kutuk menjadi berkat. Ranieri dan Skuad Leicester layak mendapatkan gelar Juara Liga Inggris 2015/2016, Selamat Leicester City. Sang David diantara para Goliath. (dons)

Leicester City 2016, Menjadi David diantara Para Goliath

Gambar Illustrasi David vs Goliath
Anda sudah pernah mendengar kisah ini bukan? Ketika sang maestro pemazmur David harapan Israel yang bertubuh kecil halus, meng-ko Goliath raksasa Palestina. Saya tidak akan membawa Anda kedalam konflik Israel-Palestina yang tidak pernah berkesudahan. Namun kisah Leicester City kampiun liga inggris 2015/2016 sedikit banyaknya mirip dengan ini.

Mengakhiri Liga Inggris diposisi 14 dan nyaris degradasi pada tahun 2015, membuat tak seorangpun menjagokan tim ini di kancah premier league dimusim 2015/2016.   Adalah seorang Claudio Ranieri yang ditunjuk menjadi pelatih Leicester City diawal musim 2015/2016, banyak pihak di Leicester para fans dan mantan pelatih menyesalkan pilihan klub pada Ranieri, seorang pelatih tua 63 tahun yang dianggap  sudah mentok karir melatihnya dan tak punya reputasi hebat bahkan untuk tim sekelas Leicester.

Claudio Ranieri diawal musim

Mantan punggawa Leicester Robbie Savage berkata "Pilihan buruk", sedangkan Gary Lineker men-cuit "Really??" pada twitternya. Semua berkata mengenai penunjukan Ranieri sebagai pelatih Leicester. And as a bonus, ini kata Mourinho tentang Ranieri ketika Mourinho mendominasi Liga Italia bersaing dengan Ranieri yang mengasuh Roma "Dia  punya mentalitas orang yang tidak merasa perlu memenangi sesuatu. Usianya hampir 70 tahun dan pernah menjuarai Piala Super dan piala kecil lain. Dia terlalu uzur untuk mengubah mentalitasnya," Pada waktu itu usia Ranieri 57 tahun.

Well, Saya tidak tahu apa yang terjadi dengan mentalitas saya apabila ada seseorang yang lebih muda dan lebih hebat dari saya berkata seperti itu, itu seperti kutukan yang terlalu berat untuk dibuang bagi saya. Namun tidak bagi Ranieri, mungkin baginya pengalaman 30 tahun melatih melewati suka, duka dan nestapa terlalu melekat dari pada omongan anak kecil yang meracau sepert Mourinho.

Back to Leicester, tim ini dihuni oleh para pemain medioker yang tak dilirik oleh para Goliath liga inggris. Betul-betul mereka adalah tim semenjana dan seperti pelengkap liga inggris saja. Total belanja Leicester diawal musim hanya senilai dengan harga Kevin de Bruyne di Manchester City. Dapatkah Anda bayangkan Leicester berada ditengah tim besar macam MU, Liverpool, City, Arsenal, Totenham??? Hasil seperti apa yang Anda harapkan.

Namun diatas lapangan, entah apa yang terjadi dengan Chelsea dan mulut besarnya Mourinho. Mourinho seperti berubah menjadi the looser one daripada the special one. Perkataan kutuk Mourinho yang menukangi Chelsea di awal musim ini, seperti tak berkhasiat atau bahkan mengenai dirinya sendiri, hingga akhirnya iya dipecat dan digantikan Guus Hidink. Alih-alih menjuarai liga, Mourinho justru membuat tim nya menjadi medioker dan tak tertolong. Luis Van Gaal dengan tim mahalnya pun kesulitan menjalani bahtera liga inggris musim ini, demikian halnya dengan Pellegrini dengann tim petrodollarnya. Lalu bagaimana dengan sang sesepuh Arsene wenger? yang harusnya memanfaatkan kelimbungan Goliath yang lain? Sama saja, ia masih berkutat dengan konsistensi, as always.

Tak ada satu tim besarpun yang mampu mengalahkan Leicester, yang justru bersaing dengan Leicester adalah Totenham Hotspurs sang kuda hitam yang memang saban musim menyulitkan tim-tim  besar. Nama-nama orbitan Spurs seperti the hurricane a.k.a Harry Kane, Bamidele Alli dan Nacer Chadli bersaing dengan orbitan sang primadona baru Leicester City. Sang mantan pemabuk 29 tahun Jamie Vardy menemukan kebintangannya, bintang asia 30 tahun Shinji Okazaki, Singa padang pasir Tunisia Riyad Mahrez, Danny "tukang minum air" Drinkwater, Pemain terbuang Roberth Huth, "anak kolong" Kasper Schmeichel serta pemain medioker lainnya, telah mendominasi liga inggris 2015/2016.

Keceriaan Skuad Leicester musim ini

Seperti pada Goliath, nasib  sepertinya memihak David. Pak tua Claudio Ranieri layak mendapat kan gelar ini. Dia layak mengalahkan si Sombong Mourinho, Si Galak Van Gaal, dan sang sesepuh liga Arsene Wenger. "Resep paling penting itu semangat tim. Kedua, para pemain dapat menikmati sesi latihan. Ini penting supaya mereka bisa bekerja keras sekaligus menikmatinya, setelahnya, sedikit kemujuran juga penting. Anda harus melakukan segalanya dengan benar, tapi seperti sejumput garam di dalam pizza, .Anda butuh kemujuran" Begitu Kata Ranieri.

Pengalaman 30 tahun, melewati suka duka menjadi pelatih, kesabaran, kerendahatian dan "sejumput garam dalam Pizza" mengubah kutuk menjadi berkat. Ranieri dan Skuad Leicester layak mendapatkan gelar Juara Liga Inggris 2015/2016, Selamat Leicester City. Sang David diantara para Goliath. (dons)