Selasa, 03 Mei 2016

Gambar Illustrasi David vs Goliath
Anda sudah pernah mendengar kisah ini bukan? Ketika sang maestro pemazmur David harapan Israel yang bertubuh kecil halus, meng-ko Goliath raksasa Palestina. Saya tidak akan membawa Anda kedalam konflik Israel-Palestina yang tidak pernah berkesudahan. Namun kisah Leicester City kampiun liga inggris 2015/2016 sedikit banyaknya mirip dengan ini.

Mengakhiri Liga Inggris diposisi 14 dan nyaris degradasi pada tahun 2015, membuat tak seorangpun menjagokan tim ini di kancah premier league dimusim 2015/2016.   Adalah seorang Claudio Ranieri yang ditunjuk menjadi pelatih Leicester City diawal musim 2015/2016, banyak pihak di Leicester para fans dan mantan pelatih menyesalkan pilihan klub pada Ranieri, seorang pelatih tua 63 tahun yang dianggap  sudah mentok karir melatihnya dan tak punya reputasi hebat bahkan untuk tim sekelas Leicester.

Claudio Ranieri diawal musim

Mantan punggawa Leicester Robbie Savage berkata "Pilihan buruk", sedangkan Gary Lineker men-cuit "Really??" pada twitternya. Semua berkata mengenai penunjukan Ranieri sebagai pelatih Leicester. And as a bonus, ini kata Mourinho tentang Ranieri ketika Mourinho mendominasi Liga Italia bersaing dengan Ranieri yang mengasuh Roma "Dia  punya mentalitas orang yang tidak merasa perlu memenangi sesuatu. Usianya hampir 70 tahun dan pernah menjuarai Piala Super dan piala kecil lain. Dia terlalu uzur untuk mengubah mentalitasnya," Pada waktu itu usia Ranieri 57 tahun.

Well, Saya tidak tahu apa yang terjadi dengan mentalitas saya apabila ada seseorang yang lebih muda dan lebih hebat dari saya berkata seperti itu, itu seperti kutukan yang terlalu berat untuk dibuang bagi saya. Namun tidak bagi Ranieri, mungkin baginya pengalaman 30 tahun melatih melewati suka, duka dan nestapa terlalu melekat dari pada omongan anak kecil yang meracau sepert Mourinho.

Back to Leicester, tim ini dihuni oleh para pemain medioker yang tak dilirik oleh para Goliath liga inggris. Betul-betul mereka adalah tim semenjana dan seperti pelengkap liga inggris saja. Total belanja Leicester diawal musim hanya senilai dengan harga Kevin de Bruyne di Manchester City. Dapatkah Anda bayangkan Leicester berada ditengah tim besar macam MU, Liverpool, City, Arsenal, Totenham??? Hasil seperti apa yang Anda harapkan.

Namun diatas lapangan, entah apa yang terjadi dengan Chelsea dan mulut besarnya Mourinho. Mourinho seperti berubah menjadi the looser one daripada the special one. Perkataan kutuk Mourinho yang menukangi Chelsea di awal musim ini, seperti tak berkhasiat atau bahkan mengenai dirinya sendiri, hingga akhirnya iya dipecat dan digantikan Guus Hidink. Alih-alih menjuarai liga, Mourinho justru membuat tim nya menjadi medioker dan tak tertolong. Luis Van Gaal dengan tim mahalnya pun kesulitan menjalani bahtera liga inggris musim ini, demikian halnya dengan Pellegrini dengann tim petrodollarnya. Lalu bagaimana dengan sang sesepuh Arsene wenger? yang harusnya memanfaatkan kelimbungan Goliath yang lain? Sama saja, ia masih berkutat dengan konsistensi, as always.

Tak ada satu tim besarpun yang mampu mengalahkan Leicester, yang justru bersaing dengan Leicester adalah Totenham Hotspurs sang kuda hitam yang memang saban musim menyulitkan tim-tim  besar. Nama-nama orbitan Spurs seperti the hurricane a.k.a Harry Kane, Bamidele Alli dan Nacer Chadli bersaing dengan orbitan sang primadona baru Leicester City. Sang mantan pemabuk 29 tahun Jamie Vardy menemukan kebintangannya, bintang asia 30 tahun Shinji Okazaki, Singa padang pasir Tunisia Riyad Mahrez, Danny "tukang minum air" Drinkwater, Pemain terbuang Roberth Huth, "anak kolong" Kasper Schmeichel serta pemain medioker lainnya, telah mendominasi liga inggris 2015/2016.

Keceriaan Skuad Leicester musim ini

Seperti pada Goliath, nasib  sepertinya memihak David. Pak tua Claudio Ranieri layak mendapat kan gelar ini. Dia layak mengalahkan si Sombong Mourinho, Si Galak Van Gaal, dan sang sesepuh liga Arsene Wenger. "Resep paling penting itu semangat tim. Kedua, para pemain dapat menikmati sesi latihan. Ini penting supaya mereka bisa bekerja keras sekaligus menikmatinya, setelahnya, sedikit kemujuran juga penting. Anda harus melakukan segalanya dengan benar, tapi seperti sejumput garam di dalam pizza, .Anda butuh kemujuran" Begitu Kata Ranieri.

Pengalaman 30 tahun, melewati suka duka menjadi pelatih, kesabaran, kerendahatian dan "sejumput garam dalam Pizza" mengubah kutuk menjadi berkat. Ranieri dan Skuad Leicester layak mendapatkan gelar Juara Liga Inggris 2015/2016, Selamat Leicester City. Sang David diantara para Goliath. (dons)

Leicester City 2016, Menjadi David diantara Para Goliath

Gambar Illustrasi David vs Goliath
Anda sudah pernah mendengar kisah ini bukan? Ketika sang maestro pemazmur David harapan Israel yang bertubuh kecil halus, meng-ko Goliath raksasa Palestina. Saya tidak akan membawa Anda kedalam konflik Israel-Palestina yang tidak pernah berkesudahan. Namun kisah Leicester City kampiun liga inggris 2015/2016 sedikit banyaknya mirip dengan ini.

Mengakhiri Liga Inggris diposisi 14 dan nyaris degradasi pada tahun 2015, membuat tak seorangpun menjagokan tim ini di kancah premier league dimusim 2015/2016.   Adalah seorang Claudio Ranieri yang ditunjuk menjadi pelatih Leicester City diawal musim 2015/2016, banyak pihak di Leicester para fans dan mantan pelatih menyesalkan pilihan klub pada Ranieri, seorang pelatih tua 63 tahun yang dianggap  sudah mentok karir melatihnya dan tak punya reputasi hebat bahkan untuk tim sekelas Leicester.

Claudio Ranieri diawal musim

Mantan punggawa Leicester Robbie Savage berkata "Pilihan buruk", sedangkan Gary Lineker men-cuit "Really??" pada twitternya. Semua berkata mengenai penunjukan Ranieri sebagai pelatih Leicester. And as a bonus, ini kata Mourinho tentang Ranieri ketika Mourinho mendominasi Liga Italia bersaing dengan Ranieri yang mengasuh Roma "Dia  punya mentalitas orang yang tidak merasa perlu memenangi sesuatu. Usianya hampir 70 tahun dan pernah menjuarai Piala Super dan piala kecil lain. Dia terlalu uzur untuk mengubah mentalitasnya," Pada waktu itu usia Ranieri 57 tahun.

Well, Saya tidak tahu apa yang terjadi dengan mentalitas saya apabila ada seseorang yang lebih muda dan lebih hebat dari saya berkata seperti itu, itu seperti kutukan yang terlalu berat untuk dibuang bagi saya. Namun tidak bagi Ranieri, mungkin baginya pengalaman 30 tahun melatih melewati suka, duka dan nestapa terlalu melekat dari pada omongan anak kecil yang meracau sepert Mourinho.

Back to Leicester, tim ini dihuni oleh para pemain medioker yang tak dilirik oleh para Goliath liga inggris. Betul-betul mereka adalah tim semenjana dan seperti pelengkap liga inggris saja. Total belanja Leicester diawal musim hanya senilai dengan harga Kevin de Bruyne di Manchester City. Dapatkah Anda bayangkan Leicester berada ditengah tim besar macam MU, Liverpool, City, Arsenal, Totenham??? Hasil seperti apa yang Anda harapkan.

Namun diatas lapangan, entah apa yang terjadi dengan Chelsea dan mulut besarnya Mourinho. Mourinho seperti berubah menjadi the looser one daripada the special one. Perkataan kutuk Mourinho yang menukangi Chelsea di awal musim ini, seperti tak berkhasiat atau bahkan mengenai dirinya sendiri, hingga akhirnya iya dipecat dan digantikan Guus Hidink. Alih-alih menjuarai liga, Mourinho justru membuat tim nya menjadi medioker dan tak tertolong. Luis Van Gaal dengan tim mahalnya pun kesulitan menjalani bahtera liga inggris musim ini, demikian halnya dengan Pellegrini dengann tim petrodollarnya. Lalu bagaimana dengan sang sesepuh Arsene wenger? yang harusnya memanfaatkan kelimbungan Goliath yang lain? Sama saja, ia masih berkutat dengan konsistensi, as always.

Tak ada satu tim besarpun yang mampu mengalahkan Leicester, yang justru bersaing dengan Leicester adalah Totenham Hotspurs sang kuda hitam yang memang saban musim menyulitkan tim-tim  besar. Nama-nama orbitan Spurs seperti the hurricane a.k.a Harry Kane, Bamidele Alli dan Nacer Chadli bersaing dengan orbitan sang primadona baru Leicester City. Sang mantan pemabuk 29 tahun Jamie Vardy menemukan kebintangannya, bintang asia 30 tahun Shinji Okazaki, Singa padang pasir Tunisia Riyad Mahrez, Danny "tukang minum air" Drinkwater, Pemain terbuang Roberth Huth, "anak kolong" Kasper Schmeichel serta pemain medioker lainnya, telah mendominasi liga inggris 2015/2016.

Keceriaan Skuad Leicester musim ini

Seperti pada Goliath, nasib  sepertinya memihak David. Pak tua Claudio Ranieri layak mendapat kan gelar ini. Dia layak mengalahkan si Sombong Mourinho, Si Galak Van Gaal, dan sang sesepuh liga Arsene Wenger. "Resep paling penting itu semangat tim. Kedua, para pemain dapat menikmati sesi latihan. Ini penting supaya mereka bisa bekerja keras sekaligus menikmatinya, setelahnya, sedikit kemujuran juga penting. Anda harus melakukan segalanya dengan benar, tapi seperti sejumput garam di dalam pizza, .Anda butuh kemujuran" Begitu Kata Ranieri.

Pengalaman 30 tahun, melewati suka duka menjadi pelatih, kesabaran, kerendahatian dan "sejumput garam dalam Pizza" mengubah kutuk menjadi berkat. Ranieri dan Skuad Leicester layak mendapatkan gelar Juara Liga Inggris 2015/2016, Selamat Leicester City. Sang David diantara para Goliath. (dons)

Selasa, 14 April 2015


Roberto Baggio dan Zinedine Zidane pada partai Serie A
Jauh sebelum La Liga, Liga Premier, ataupun Ligue 1 menjadi Liga yang memiliki para pemain termahal dunia. Serie A Italia pernah memilik masa-masa indah yang pantas untuk dikenang bagi pencintanya. Ya, masa dimana AC Milan menguasai eropa, Juventus langganan Final Champions, Parma, Inter dan Lazio bergantian juara UEFA Cup ataupun Cup Winners Cup. Sebuah waktu dimana para pemain terbaik dunia ingin bermain di Serie A. Ronaldo Lima, George Weah, Hernan Crespo, Christian Vieri, Alessandro Del Piero, Zinedine Zidane, Fillipo Inzaghi, Paolo Maldini. Semua pemain terbaik ada di Serie A.

Mungkin Daftar Juara Piala/Liga Champions, Piala UEFA dan Piala Winners (Sudah ditiadakan), akan menyadarkan Anda para penggila bola yang masih baru. Berikut daftarnya ...

Piala / Liga Champions 1988 - 2000 (Sumber Wikipedia)

1988–89 Bendera Italia Milan 4–0 Bendera Rumania Steaua Bucureşti Camp Nou, Barcelona
1989–90 Bendera Italia Milan 1–0 Bendera Portugal Benfica Stadion Prater, Wina
1990–91 Bendera Yugoslavia Red Star Belgrade[nb 4] 0–0* Bendera Perancis Marseille Stadion San Nicola, Bari
1991–92 Bendera Spanyol Barcelona 1–0dagger Bendera Italia Sampdoria Stadion Wembley, London
1992–93 Bendera Perancis Marseille 1–0 Bendera Italia Milan Stadion Olimpiade, München
1993–94 Bendera Italia Milan 4–0 Bendera Spanyol Barcelona Stadion Olimpiade, Athena
1994–95 Bendera Belanda Ajax 1–0 Bendera Italia Milan Stadion Ernst Happel, Wina
1995–96 Bendera Italia Juventus[nb 5] 1–1* Bendera Belanda Ajax Stadion Olimpiade, Roma
1996–97 Bendera Jerman Borussia Dortmund 3–1 Bendera Italia Juventus Stadion Olimpiade, München
1997–98 Bendera Spanyol Real Madrid 1–0 Bendera Italia Juventus Amsterdam ArenA, Amsterdam
1998–99 Bendera Inggris Manchester United 2–1 Bendera Jerman Bayern München Camp Nou, Barcelona
1999–2000 Bendera Spanyol Real Madrid 3–0 Bendera Spanyol Valencia Stade de France, Saint-Denis

Daftar diatas menggambarkan bagaimana dari tahun 1989 sd tahun 1998 wakil Italia dapat mencapai Final kompetisi paling bergengsi ini. Italia hanya absen di Final 1991 yang ironis nya dihelat di Bari, Italia. Format kompetisi Piala / Liga Champions hanya diwakili oleh juara masing-masing negara sampai dengan format tersebut diubah pada musim 1997/1998. 

Milan Juara Piala Champions 1990
Akhir dominasi Italia di Eropa, ditandai dengan kemenangan Real Madrid atas Juventus di Final 1998. Saat itu Real Madrid dilatih oleh Fabio Capello dan diperkuat Cristian Pannuci, dua italiano yang sebelumnya juga merupakan tulang punggung Milan di Liga Champions.

Setelah era 90-an berhasil, tim-tim La Liga mulai menguasai jagat eropa sampai dengan sekarang 2015. Namun, sebelum betul-betul menghilang dari hingar bingar babak akhir Liga Champions. Milan dan Juve sempat meramaikan Old Traford Inggris di Final 2003, menjadikan Istanbul sebagai kota penyelenggara Final Liga Champions paling dramatis (Milan kalah dari Liverpool - Final 2005), melakukan pembalasan setimpal pada Liverpool di Athena (Milan menang  atas Liverpool - Final 2007) dan Internazionale (Juara 2010) yang mencetak Treble pertama dan terakhir (sampai saat ini) untuk tim Serie A. Pasca 2010 adalah tragedi bagi tim Serie A, karena tidak ada lagi yang bisa dibanggakan.

Jika catatan tadi masih belum membuat Anda yakin, inilah Daftar Juara Piala UEFA (Sumber Goal.com)

1988–89Napoli2–1VfB StuttgartStadio San Paolo83,000
Napoli3–3VfB StuttgartNeckarstadion67,000
Napoli menang 5–4 secara agregat
1989–90Juventus3–1FiorentinaStadio Comunale45,000
Juventus0–0FiorentinaStadio Partenio32,000
Juventus menang 3–1 secara agregat
1990–91Inter Milan2–0AS RomaSan Siro68,887
Inter Milan1–0AS RomaStadio Olimpico70,901
Inter Milan menang 2–1 secara agregat
1991–92Ajax2–2TorinoStadio delle Alpi65,377
Ajax0–0TorinoOlympisch Stadion42,000
Agregat 2–2 Ajax menang on away goals
1992–93Juventus3–1Borussia DortmundWestfalenstadion37,000
Juventus3–0Borussia DortmundStadio delle Alpi62,781
Juventus menang 6–1 secara agregat
1993–94Inter Milan1–0Casino SalzburgErnst-Happel-Stadion47,500
Inter Milan1–0Casino SalzburgSan Siro80,326
Inter Milan menang 2–0 secara agregat
1994–95Parma1–0JuventusStadio Ennio Tardini22,062
Parma1–1JuventusSan Siro80,754
Parma menang 2–1 secara agregat
1995–96Bayern München2–0Girondins de BordeauxOlympiastadion62,000
Bayern München3–1Girondins de BordeauxParc Lescure36,000
Bayern München menang 5–1 secara agregat
1996–97Schalke 041–0Inter MilanParkstadion56,000
Schalke 040–1Inter MilanSan Siro83,000
Agregat 1–1, Schalke 04 menang 4–1 dalam adu penalti
1997–98Inter Milan3–0SS LazioParc des Princes47,000
1998–99Parma3–0Olympique de MarseilleLuzhniki Stadium61,000
1999–2000Galatasaray0–0ArsenalParken Stadium38,919

Cannavaro dan Thuram Mengangkat Piala UEFA 1999 bagi Parma

Wow !!!  Jika dalam daftar tadi Anda terkejut bagaimana Sampdoria bisa ke Final Champions 1992, sekarang bagaimana Anda menjelaskan Torino bisa masuk Final UEFA di tahun 1992? dan bagaimana Napoli, Juventus, Inter, bahkan Parma dan Torino bergantian masuk Final UEFA dari 1989-1999? Aneh bukan? Fenomena apa ini?? Terus kemana para jago La Liga, Liga Inggris atau Liga Jerman?? Saya juga tidak tahu.

Sangat Fenomenal bukan Liga Italia Serie A? Sebenernya masih ada catatan yang perlu ditulis disini, dan daftar juara dibawah ini akan menjelaskan kepada Anda deretan pertanyaan diatas. Yaitu dimanakah para jago La Liga, Liga Inggris, Perancis dan Jerman.

Berikut Daftar Juara Cup Winners Cup .... (Sumber Wikipedia)

1988–89 Bendera Spanyol Barcelona 2–0 Bendera Italia Sampdoria Bendera Swiss Stadion Wankdorf, Bern
1989–90 Bendera Italia Sampdoria 2–0 Bendera Belgia Anderlecht Bendera Swedia Nya Ullevi, Göteborg
1990–91 Bendera Inggris Manchester United 2–1 Bendera Spanyol Barcelona Bendera Belanda De Kuip, Rotterdam
1991–92 Bendera Jerman Werder Bremen 2–0 Bendera Perancis AS Monaco Bendera Portugal Stadion da Luz, Lisboa
1992–93 Bendera Italia Parma 3–1 Bendera Belgia Royal Antwerp Bendera Inggris Stadion Wembley, London
1993–94 Bendera Inggris Arsenal 1–0 Bendera Italia Parma Bendera Denmark Stadion Parken, Kopenhagen
1994–95 Bendera Spanyol Real Zaragoza 2–1 Bendera Inggris Arsenal Bendera Perancis Stadion Parc des Princes, Paris
1995–96 Bendera Perancis Paris Saint-Germain 1–0 Bendera Austria Rapid Wien Bendera Belgia Stadion Raja Baudouin, Brussel
1996–97 Bendera Spanyol Barcelona 1–0 Bendera Perancis Paris Saint-Germain Bendera Belanda De Kuip, Rotterdam
1997–98 Bendera Inggris Chelsea 1–0 Bendera Jerman Stuttgart Bendera Swedia Stadion Råsunda, Stockholm
1998–99 Bendera Italia Lazio 2–1 Bendera Spanyol Real Mallorca Bendera Inggris Villa Park, Birmingham

Cup Winners Cup adalah kompetisi kasta ketiga UEFA setelah Liga Champions dan Piala UEFA. Kompetisi ini mempertemukan Juara-Juara Piala Domestik masing-masing negara, seperti Piala FA, Coppa Italia, atau Piala Raja. Disinilah mungkin Anda akan mendapatkan klub-klub favorit Anda kini, yaitu Barcelona, MU, PSG, Arsenal dan Chelsea. Kendati demikian tim-tim Italia masih sempat hadir di Final ditahun 1989, 1990,1993, 1999. Bahkan Lazio tercatat sebagai Juara bertahan abadi di turnamen ini. Karena pada tahun 1999/2000 kejuaraan ini sudah dilebur dengan Piala UEFA.

Alessandro Nesta Mengangkat Piala Winners 1999
Sulit membantah Serie A Italia adalah Liga terbaik dunia ditahun 90-an. Suatu fenomena yang luar biasa, dan sekarang para pecinta Serie A hanya bisa mengenang hal tersebut, sambil berharap era kebangkitan Serie A akan kembali dimulai. Yah, Kita tunggu saja - Serie A Will be back !!!


Desailly merayakan Gol Ke Gawang Barca 1994. Serie A Pasti Kembali

Serie A Italia, Pada Suatu Ketika


Roberto Baggio dan Zinedine Zidane pada partai Serie A
Jauh sebelum La Liga, Liga Premier, ataupun Ligue 1 menjadi Liga yang memiliki para pemain termahal dunia. Serie A Italia pernah memilik masa-masa indah yang pantas untuk dikenang bagi pencintanya. Ya, masa dimana AC Milan menguasai eropa, Juventus langganan Final Champions, Parma, Inter dan Lazio bergantian juara UEFA Cup ataupun Cup Winners Cup. Sebuah waktu dimana para pemain terbaik dunia ingin bermain di Serie A. Ronaldo Lima, George Weah, Hernan Crespo, Christian Vieri, Alessandro Del Piero, Zinedine Zidane, Fillipo Inzaghi, Paolo Maldini. Semua pemain terbaik ada di Serie A.

Mungkin Daftar Juara Piala/Liga Champions, Piala UEFA dan Piala Winners (Sudah ditiadakan), akan menyadarkan Anda para penggila bola yang masih baru. Berikut daftarnya ...

Piala / Liga Champions 1988 - 2000 (Sumber Wikipedia)

1988–89 Bendera Italia Milan 4–0 Bendera Rumania Steaua Bucureşti Camp Nou, Barcelona
1989–90 Bendera Italia Milan 1–0 Bendera Portugal Benfica Stadion Prater, Wina
1990–91 Bendera Yugoslavia Red Star Belgrade[nb 4] 0–0* Bendera Perancis Marseille Stadion San Nicola, Bari
1991–92 Bendera Spanyol Barcelona 1–0dagger Bendera Italia Sampdoria Stadion Wembley, London
1992–93 Bendera Perancis Marseille 1–0 Bendera Italia Milan Stadion Olimpiade, München
1993–94 Bendera Italia Milan 4–0 Bendera Spanyol Barcelona Stadion Olimpiade, Athena
1994–95 Bendera Belanda Ajax 1–0 Bendera Italia Milan Stadion Ernst Happel, Wina
1995–96 Bendera Italia Juventus[nb 5] 1–1* Bendera Belanda Ajax Stadion Olimpiade, Roma
1996–97 Bendera Jerman Borussia Dortmund 3–1 Bendera Italia Juventus Stadion Olimpiade, München
1997–98 Bendera Spanyol Real Madrid 1–0 Bendera Italia Juventus Amsterdam ArenA, Amsterdam
1998–99 Bendera Inggris Manchester United 2–1 Bendera Jerman Bayern München Camp Nou, Barcelona
1999–2000 Bendera Spanyol Real Madrid 3–0 Bendera Spanyol Valencia Stade de France, Saint-Denis

Daftar diatas menggambarkan bagaimana dari tahun 1989 sd tahun 1998 wakil Italia dapat mencapai Final kompetisi paling bergengsi ini. Italia hanya absen di Final 1991 yang ironis nya dihelat di Bari, Italia. Format kompetisi Piala / Liga Champions hanya diwakili oleh juara masing-masing negara sampai dengan format tersebut diubah pada musim 1997/1998. 

Milan Juara Piala Champions 1990
Akhir dominasi Italia di Eropa, ditandai dengan kemenangan Real Madrid atas Juventus di Final 1998. Saat itu Real Madrid dilatih oleh Fabio Capello dan diperkuat Cristian Pannuci, dua italiano yang sebelumnya juga merupakan tulang punggung Milan di Liga Champions.

Setelah era 90-an berhasil, tim-tim La Liga mulai menguasai jagat eropa sampai dengan sekarang 2015. Namun, sebelum betul-betul menghilang dari hingar bingar babak akhir Liga Champions. Milan dan Juve sempat meramaikan Old Traford Inggris di Final 2003, menjadikan Istanbul sebagai kota penyelenggara Final Liga Champions paling dramatis (Milan kalah dari Liverpool - Final 2005), melakukan pembalasan setimpal pada Liverpool di Athena (Milan menang  atas Liverpool - Final 2007) dan Internazionale (Juara 2010) yang mencetak Treble pertama dan terakhir (sampai saat ini) untuk tim Serie A. Pasca 2010 adalah tragedi bagi tim Serie A, karena tidak ada lagi yang bisa dibanggakan.

Jika catatan tadi masih belum membuat Anda yakin, inilah Daftar Juara Piala UEFA (Sumber Goal.com)

1988–89Napoli2–1VfB StuttgartStadio San Paolo83,000
Napoli3–3VfB StuttgartNeckarstadion67,000
Napoli menang 5–4 secara agregat
1989–90Juventus3–1FiorentinaStadio Comunale45,000
Juventus0–0FiorentinaStadio Partenio32,000
Juventus menang 3–1 secara agregat
1990–91Inter Milan2–0AS RomaSan Siro68,887
Inter Milan1–0AS RomaStadio Olimpico70,901
Inter Milan menang 2–1 secara agregat
1991–92Ajax2–2TorinoStadio delle Alpi65,377
Ajax0–0TorinoOlympisch Stadion42,000
Agregat 2–2 Ajax menang on away goals
1992–93Juventus3–1Borussia DortmundWestfalenstadion37,000
Juventus3–0Borussia DortmundStadio delle Alpi62,781
Juventus menang 6–1 secara agregat
1993–94Inter Milan1–0Casino SalzburgErnst-Happel-Stadion47,500
Inter Milan1–0Casino SalzburgSan Siro80,326
Inter Milan menang 2–0 secara agregat
1994–95Parma1–0JuventusStadio Ennio Tardini22,062
Parma1–1JuventusSan Siro80,754
Parma menang 2–1 secara agregat
1995–96Bayern München2–0Girondins de BordeauxOlympiastadion62,000
Bayern München3–1Girondins de BordeauxParc Lescure36,000
Bayern München menang 5–1 secara agregat
1996–97Schalke 041–0Inter MilanParkstadion56,000
Schalke 040–1Inter MilanSan Siro83,000
Agregat 1–1, Schalke 04 menang 4–1 dalam adu penalti
1997–98Inter Milan3–0SS LazioParc des Princes47,000
1998–99Parma3–0Olympique de MarseilleLuzhniki Stadium61,000
1999–2000Galatasaray0–0ArsenalParken Stadium38,919

Cannavaro dan Thuram Mengangkat Piala UEFA 1999 bagi Parma

Wow !!!  Jika dalam daftar tadi Anda terkejut bagaimana Sampdoria bisa ke Final Champions 1992, sekarang bagaimana Anda menjelaskan Torino bisa masuk Final UEFA di tahun 1992? dan bagaimana Napoli, Juventus, Inter, bahkan Parma dan Torino bergantian masuk Final UEFA dari 1989-1999? Aneh bukan? Fenomena apa ini?? Terus kemana para jago La Liga, Liga Inggris atau Liga Jerman?? Saya juga tidak tahu.

Sangat Fenomenal bukan Liga Italia Serie A? Sebenernya masih ada catatan yang perlu ditulis disini, dan daftar juara dibawah ini akan menjelaskan kepada Anda deretan pertanyaan diatas. Yaitu dimanakah para jago La Liga, Liga Inggris, Perancis dan Jerman.

Berikut Daftar Juara Cup Winners Cup .... (Sumber Wikipedia)

1988–89 Bendera Spanyol Barcelona 2–0 Bendera Italia Sampdoria Bendera Swiss Stadion Wankdorf, Bern
1989–90 Bendera Italia Sampdoria 2–0 Bendera Belgia Anderlecht Bendera Swedia Nya Ullevi, Göteborg
1990–91 Bendera Inggris Manchester United 2–1 Bendera Spanyol Barcelona Bendera Belanda De Kuip, Rotterdam
1991–92 Bendera Jerman Werder Bremen 2–0 Bendera Perancis AS Monaco Bendera Portugal Stadion da Luz, Lisboa
1992–93 Bendera Italia Parma 3–1 Bendera Belgia Royal Antwerp Bendera Inggris Stadion Wembley, London
1993–94 Bendera Inggris Arsenal 1–0 Bendera Italia Parma Bendera Denmark Stadion Parken, Kopenhagen
1994–95 Bendera Spanyol Real Zaragoza 2–1 Bendera Inggris Arsenal Bendera Perancis Stadion Parc des Princes, Paris
1995–96 Bendera Perancis Paris Saint-Germain 1–0 Bendera Austria Rapid Wien Bendera Belgia Stadion Raja Baudouin, Brussel
1996–97 Bendera Spanyol Barcelona 1–0 Bendera Perancis Paris Saint-Germain Bendera Belanda De Kuip, Rotterdam
1997–98 Bendera Inggris Chelsea 1–0 Bendera Jerman Stuttgart Bendera Swedia Stadion Råsunda, Stockholm
1998–99 Bendera Italia Lazio 2–1 Bendera Spanyol Real Mallorca Bendera Inggris Villa Park, Birmingham

Cup Winners Cup adalah kompetisi kasta ketiga UEFA setelah Liga Champions dan Piala UEFA. Kompetisi ini mempertemukan Juara-Juara Piala Domestik masing-masing negara, seperti Piala FA, Coppa Italia, atau Piala Raja. Disinilah mungkin Anda akan mendapatkan klub-klub favorit Anda kini, yaitu Barcelona, MU, PSG, Arsenal dan Chelsea. Kendati demikian tim-tim Italia masih sempat hadir di Final ditahun 1989, 1990,1993, 1999. Bahkan Lazio tercatat sebagai Juara bertahan abadi di turnamen ini. Karena pada tahun 1999/2000 kejuaraan ini sudah dilebur dengan Piala UEFA.

Alessandro Nesta Mengangkat Piala Winners 1999
Sulit membantah Serie A Italia adalah Liga terbaik dunia ditahun 90-an. Suatu fenomena yang luar biasa, dan sekarang para pecinta Serie A hanya bisa mengenang hal tersebut, sambil berharap era kebangkitan Serie A akan kembali dimulai. Yah, Kita tunggu saja - Serie A Will be back !!!


Desailly merayakan Gol Ke Gawang Barca 1994. Serie A Pasti Kembali